ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
Studi Kasus: Eksploitasi Penambangan
Batu Karst di Daerah Ponjong,
Wonosari, Gunungkidul
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas
dalam
Matakuliah Hukum Lingkungan
1.
ROY
ROHMADHI 12340089/IH/FSH
2.
FAUZAN
RAKA PRADANA 12340092/IH/FSH
3.
ANWAR
AFFANDI 12340093/IH/FSH
4.
MULATNO 12340088/IH/FSH
5.
ALIA
RIZQI OKTAVIANA 12340096/IH/FSH
6.
FAIQ
HIDAYAT 12340099/IH/FSH
7.
LIA
AMI APRILIA 12340090/IH/FSH
8.
LEGA
ROWINDA LESTARI 12340094/IH/FSH
9.
HOLIDIN 12340100/IH/FSH
Dosen:
Santi
Saleh, SH., M.Hum.
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
1.
ANALISA AMDAL DALAM UU NO 4 TAHUN 1982, UU NO 23
TAHUN 1997 DAN UU 32 TAHUN 2009
A. AMDAL dalam UU No.4 tahun 1982 tentang
ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
Di
dalam UU No.4 t
ahun
1982 pasal 1 ayat (10) dijelaskan mengenai pengertin AMDAL ialah “hasil studi
mengenai dampak sesuatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup,
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan”.
Lalu
dijelaskan lebih lanjut mengenai penerapan
dalam pasal 16 disebutkan “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai
dampak dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan
pemerintah”.
Sebagai
tindak lanjut pelaksanaan UUPLH pada Tahun 1982 dibentuk PP No. 29 Tahun 1986
yang mengatur bahwa setiap usaha/kegiatan yang diperkirakan mempengaruhi fungsi
lingkungan hidup perlu dilakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan, yang kemudian diperbaharui dalam PP No. 51 Tahun
1993
Kelemahan
dari Undang-undang ini adalah tidak dijelaskanya
lebih lanjut pengaturan mengenai mekanisme penerapan AMDAL, peran pemerintah,
masyarakat, ataupun pihak-pihak yang terlibat. Selain itu Undang-undang ini
belum memenuhi unsur hukum, agar masyarakat tetap memetuhi peraturan ini. Atau,
dengan kata lain belum ada sanksi tegas yang mengatur penerapan AMDAL, hanya
ada sanksi yang mengatur secara umum tetapi belum mengatur secara khusus
mengenai AMDAL itu sendiri.
B. AMDAL dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang
pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengertian
AMDAL pada UU No. 23 Tahun 1997 dijelaskan pada pasal 1 ayat (21) yang
berbunyi: “Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.
Pengertian
AMDAL pada UU ini terdapat tambahan istilah yang tidak terdapat pada UU
terdahulu seperti kata “usaha” dan “penyelengaraan usaha”. Selain itu jika kita
pahami lebih dalam pengertian ini, memiliki makna yang lebih luas dari UU
sebelumnya, jika pada UU terdahulu AMDAL
hanya dapat dipahami sebagai kajian studi dari suatu aktivitas, tetapi pada UU
No. 23 Tahun 1997 makna ini menjadi luas, yang menjadikan AMDAL tidak hanya
seagai bahan studi tetapi juga sebagai syarat suatu aktivitas atau usaha.
Dengan ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan
PP No.27/1999 yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku
18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat dan diganti
dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu
provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak
layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan ijin
yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP
No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan peran
masyarakat.
C. AMDAL pada UU No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Di
dalam UU No.32 tahun 2009 dijelaskan “Analisis mengenai dampak lingkungan
hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan”.
Terdapat beberapa
pembaharuan mengenai AMDAL pada UU No.32 tahun 2009, seperti :
1) AMDAL
dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
2) Penyusunan
dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL.
3) Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib
memiliki lisensi AMDAL.
4) AMDAL
dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan.
5) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walokota
sesuai kewenangannya.
Selain
itu terdapat penegasaan dalam sanksi terhadap pelanggan penerapan AMDAL, baik
sanksi pidana ataupun perdata. Pelanggaran-pelangaran yang dapat dikenai
sanksi, sebagai berikut :
1) Sanksi
terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan.
2) Sanksi
terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi.
3) Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang
tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL.
2.
TATA LAKSANA AMDAL
Tata
laksana pelaksanaan AMDAL menurut PP NO 27 Tahun 2012 mengatakan bahwasanya
dalam pelaksanaan AMDAL harus melalui tahapan-tahapan yang diantaranya Setiap
Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal. Proses penyusunan AMDAL menurut PP ini menguraikan bahwa dalam
penyusunanya melalui tahapan sebagai berikut :
a.
Amdal dapat disusun sendiri oleh pemrakarsa atau meminta bantuan
pihak lain.
b.
Pihak lain yang membantu pemrakarsa dapat bersifat perorangan
atau lembaga penyedia jasa penyusun amdal.
c.
Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, mengikutsertakan masyarakat :
·
Masyarakat yang terkena dampak.
·
pemerhati lingkungan
hidup dan/atau
·
yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses
Amdal.
Dalam
kaitanya dengan masyarakat, Pengikutsertaan masyarakat dilakukan melalui
pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan atau juga melalui konsultasi publik,
pengikutsertaan masyarakat disini dilakukan sebelum penyusunan amdal dibuat.
Masyarakat sebagaimana sebagaimana yang dimaksud diatas, dalam jangka waktu 10
(sepuluh) hari kerja sejak pengumuman berhak mengajukan saran, pendapat, dan
tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang disampaikan secara
tertulis kepada Pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
d. Penyusunan dokumen Amdal
wajib dilakukan oleh penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal. Sertifikat kompetensi penyusun Amdal
disini diperoleh melalui uji kompetensi, Untuk mengikuti uji kompetensi setiap
orang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan penyusunan yang diselenggarakan
oleh lembaga pelatihan kompetensi di bidang Amdal dan dinyatakan lulus. Yang
pada berikutnya penerbitan sertifikat kompetensi dilaksanakan oleh lembaga
sertifikasi kompetensi penyusun Amdal yang ditunjuk oleh Menteri.
e.
Penilaian dokumen KA ANDAL, ANDAL RKL dan RPL
Dalam proses penilaian
maka proses yang harus dilakukan adalah :
·
Pemrakarsa menyusun ANDAL, RKL-RPL dan menyampaikannya ke Menteri/Gub/
Bupati/Wali kota sesuai kewenangannya melalui Ketua Komisi Penilai AMDAL.
·
Komisi Penilai AMDAL memeriksa dan memberikan pernyataan
tertulis mengenai kelengkapan administrasi dokumen ANDAL dan RKL-RPL.
·
Dokumen ANDAL dan RKL-RPL yg sudah lengkap, dinilai oleh Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL.
·
Hasil penilaian Tim teknis disampaikan ke Ketua Komisi Penilai.
·
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Komisi Penilai AMDAL
menyelenggarakan rapat komisi amdal.
·
Apabila hasil rapat dokumen ANDAL dan RKL-RPL harus diperbaiki,
maka pemrakarsa wajib memperbaikinya terlebih dahulu.
·
Perbaikan dokumen paling lama 75 hari sejak pembahasan.
·
Rekomendasi didasarkan pada prakiraan dampak penting, evaluasi
dampak secara holistik dan kemamuan pemrakarsa dalam menanggulangi dampak yang
diperkirakan terjadi, baik secara teknologi, sosial maupun institusi.
f. Permohonan Izin Lingkungan
Permohonan izin
lingkungan adalah proses dimana jika ANDAL, RKL dan RPL dinyatakan layak maka
pemrakarsa menyampaikan permohonan izin lingkungan ke Menteri/Gubernur
/Bupati/Wali kota. Permohonan dilengkapi dengan dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL, dokumen pendirian Usaha dan
profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Kemudian Setelah menerima permohonan, Menteri/Gubernur /Bupati/Wali kota
mengumumumkan rencana usaha yang wajib amdal/UKL UPL ke multimedia dan papan
pengumuman selama 5 hari berturut-turut yang nantinya Masyarakat memberikan
tanggapan pada masa 10 hari setelah pengumuman.
Isi izin lingkungan yang telah
disetujui diantaranya memuat mengenai hal-hal sebagai berikut :
·
persyaratan
dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup.
·
persyaratan
dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
·
berakhirnya
Izin Lingkungan.
·
Jumlah
dan jenis Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang wajib
dipenuhi pemrakarsa.
g.
Perubahan Izin Lingkungan
Penanggung jawab Usaha dan/atau
Kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan, apabila Usaha
dan/atau Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk
dilakukan perubahan Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud
meliputi:
·
perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan.
·
perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
·
perubahan
yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang memenuhi kriteria :
1. perubahan dalam
penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh
terhadap lingkungan hidup.
2. penambahan kapasitas produksi.
3. perubahan
spesifikasi teknik yang memengaruhi lingkungan.
4. perubahan sarana
Usaha dan/atau Kegiatan.
5. perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau
Kegiatan.
6. perubahan waktu
atau durasi operasi Usaha dan/atau Kegiatan.
7. Usaha dan/atau Kegiatan di dalam kawasan
yang belum tercakup di dalam Izin Lingkungan.
8. terjadinya
perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
9. terjadi perubahan lingkungan hidup yang
sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena
akibat lain, sebelum dan pada waktu Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan
dilaksanakan.
3.
KETENTUAN PERIZINAN AMDAL
a. Titik Paut perizinan dan AMDAL
Letak
kaitan antara perizinan dan AMDAL
(analisis mengenai dampak lingkungan) adalah bahwasannya semua kegiatan pembangunan harus berjalan serasi dan
seimbang dengan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan kata lain, dalam memberikan perizinan suatu rencana kegiatan dalam tahap perencanaan, kegiatan dalam tahap
operasional, kegiatan transportasi dan distribusi hasil produksi, senantiasa
harus mempertimbangkan aspek ekologis. Apabila suatu pembangunan hanya
memperhatikan aspek positifnya dalam hal ini pertumbuhan dan kemajuan ekonomi,
tanpa melihat aspek negatif yang timbul dari suatu pembangunan, maka akan
terjadi kerusakan pada lingkungan dan sumber daya alam. Pada akhirnya
lingkungan dan SDA tidak dapat lagi mendukung pelaksanaan pembangunan.
Dalam pasal 22 Undang-Undang No. 32 Th. 2009 disebutkan bahwa
setiap usaha/kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki AMDAL. Ketentuan pasal 22 ini sejalan dengan pasal 36, bahwa setiap
usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki
izin lingkungan. Dengan adanya kewajiban tersebut adalah
merupakan syarat dalam pemberian izin, maka penyelenggaraan bidang usaha
senantiasa terikat guna melakukan tindakan pelestarian lingkungan hidup dalam
menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Rangkaian ketentuan tersebut
bekenaan dengan perizinan yang dapat disimpulkan bahwa
dalam setiap perizinan bidang usaha, baik pada proses tahap perencanaan atau
operasional harus selalu dikaitkan dengan AMDAL. Artinya bahwa hal yang
berkenaan dengan ANDAL (analisis dampak lingkungan) harus diintegrasikan ke
dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau dengan
kata lain menginternalisasikan AMDAL ke dalam perizinan suatu usaha/kegiatan.
Merupakan contoh adalah :
i.
Pendirian
industri yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan diwajibkan membuat
ANDAL, RKL dan RPL sebelum diterbitkannya surat izin industrinya.
ii.
Perizinan
HO bagi proyek-proyek PMA dan PMDN dimana Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) mencamtumkan keharusan-keharusan membuat AMDAL
b. Pelaksanaan AMDAL
Kewajiban
untuk melaksanakan AMDAL bagi rencana kegiatan yang mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan adalah bertujuan melestarikan
eksistensi dan kemampuan lingkungan hidup dan SDA guna mendukung pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan berorientasi pada pelestarian dan kemampuan
lingkungan hidup dan SDA, agar pembangunan dapat dilakukan secara continue
generasi ke generasi. Meskipun maksud dan tujuan AMDAL adalah baik,
dalam pelaksanaanya terdapat kecenderungan menghindari atau menyalahgunakannya,
AMDAL hanya dilakukan sebagai formalitas belaka dengan tujuan izin yang
diperlukan dapat diperoleh. Pelaksanaan AMDAL yang melibatkan banyak pihak
dengan prosedur yang birokratis dianggap banyak memakan waktu dan biaya.
Hal-hal tersebut yang membuat orang berpikir untuk mencari jalan pintas lain
yang ilegal.Anggapan lain bahwa jika AMDAL dilaksanakan maka akan terungkap
segala dampak negatif dari kegiatan terhadap lingkungan, serta adanya anggapan
bahwa AMDAL dapat menghambat pembangunan.
Dalam
pasal 36 UU No. 32 tahun 2009 disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Hal ini
sejalan dengan pasal 40 bahwa Izin Lingkungan
merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Sehubungan dengan prosedur perizinan, dalam PP No. 27 tahun 2012 disebutkan
bahwa Izin Lingkungan dapat diperoleh melalui
tahapan kegiatan yang meliputi:
i.
penyusunan Amdal dan UKL-UPL.
ii.
penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL.
iii.
permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan
Permohonan
Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab Usaha dan/atau
Kegiatan selaku Pemrakarsa kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya. Permohonan Izin Lingkungan sebagaimana disampaikan
bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL
UPL. Permohonan izin lingkungan harus dilengkapi
dengan:
i.
dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL.
ii.
dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan.
iii.
profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Setelah
menerima permohonan Izin Lingkungan, Menteri, gubernur, ataubupati/walikota
wajib mengumumkan permohonan Izin Lingkungan melalui multimedia dan papan
pengumuman di lokasi Usaha dan/atau Kegiatan paling lama 5 (lima)hari kerja
sejak dokumen Andal dan RKL-RPLyang diajukan dinyatakan lengkap secara
administrasi, sedang untuk kegiatan dan/atau usaha yang wajib UKL-UPL paling
lama 2 (dua) hari kerja. Setelah itu masyarakat dapat memberikan saran,
pendapat, dantanggapan terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak diumumkan dan 3 (tiga) hari untuk wajib UKL-UPL
sejak diumumkan. Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan melalui wakil
masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat yang menjadi
anggota Komisi Penilai Amdal. Sedang untuk UKL-UPL dapat disampaikan
langsung kepada Menteri,gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Sementara
untuk Penerbitan Izin Lingkungan, diterbitkan oleh
menteri, gubernur, bupati/walikota setelah dilakukannya pengumuman permohonan
IzinLingkungan dan dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.
Dalam Pasal 48 PP No. 27 tahun 2012 Izin
Lingkungan memuat antara lain:
i.
persyaratan
dan kewajiban yang dimuat dalamKeputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi
UKL-UPL;
ii.
persyaratan
dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
iii.
berakhirnya
Izin Lingkungan.
Izin
Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
wajib diumumkan melalui media massa dan/atau multimedia. Pengumuman tersebut
dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkan. Perlu
diketahui bahwa berakhirnya izin lingkungan bersamaan dengan berakhirnya izin
Usaha dan/atau Kegiatan.
c. AMDAL Bagi Proyek Fisik dan Non fisik
Kalau
kita mengkaji PP No. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan, maka yang akan kita
dapati bahwa AMDAL hanya diperuntukkan hanya bagi proyek-proyek fisik, sedang
untuk proyek-proyek non fisik belum diatur dalam AMDAL tersebut. Analisis
dampak lingkungan oleh masyarakat atau para perencana pembanguanan hanya
dikaitkan pada proyek-proyek fisik, karena mungkin proyek-proyek fisik dianggap
lebih nyata dan langsung dirasakan. Aspek ekonomi, teknologi, atau modernisasi
lebih tersentuh perhatian daripada aspek
kepentingan pribadi, pengembangan hak dan kewajiban, pengembangan kecerdasan
intelektual, dan yang terpenting aspek sosial budaya. AMDAL di
negara-negara maju tentunya sudah mencakup aspek yang lebih luas lagi, tidak
terbatas pada dampak terhadap lingkungan fisik. AMDAL benar-benar dilakukan
dengan menggunakan telaah yang komprehensif-integral dan sudah menjangkau pada
aspek ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan.
Andal berfungsi memberikan masukan pertimbangan lingkungan dalam
pengambilan keputusan terhadap suatu rencana proyek, sedang dalam aspek
lingkungan itu sendiri tercakup aspek ekonomi, sosial, dan budaya, maka sudah
tentu bahwa aspek-aspek tersebut harus diinternalisasikan dalam pertimbangan
keputusan suatu rencana kegiatan. Di negara Amerika telah
dikembangkan Analisis Dampak Sosial (Soscial Impact Analysis) dan oleh WHO
telah dikembangkan Analisis Dampak Kesehatan ( Environmental Health Impact
Assesment). Menurut pasal 22 ayat 2, disebutkan bahwa kriteria penting dampak
lingkungan adalah termasuk komponen lingkungan hidup lain, dan kriteria lain
sesuai perkembangan ilmu dan teknologi. Sedang dalam pasal 3 salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk menjamin
keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia. Mengingat hal ini sudah
seharusnya AMDAL meliputi analisis dampak biofisik,
sosial dan budaya (ADS), dan dampak
kesehatan (ADK).
Kita ketahui bahwasannya Andal bagi
proyek-proyek non fisik memang belum berkembang secara baik. Namun secara
bertahap aspek-aspek non fisik tersebut tidak akan dilewatkan begitu saja.
Pengembangan tahap-tahap lanjutan Anda akan dikembangkan pula Andal bagi
proyek-proyek non fisik dan tentunya aspek sosial-budaya maupun ekonomi akan
menjadi sasaran dampak dari suatu kegiatan.
4.
KRITERIA DAN PENYUSUNAN AMDAL
Dalam
menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, akibat kegiatan-kegiatan
manusia maka ditetapkanlah suatu kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dalam
perundang-undangan. Dalam perundang-undangan di Indonesia kriteria baku mutu
kerusakan lingkungan hidup ini diatur dalam Undang-Undang republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 21
menyebutkan bahwa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang dimaksud ada
dua yaitu meliputi kriteria baku kerusakan lingkungan hidup ekosistem dan
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup iklim.
kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup ekosistem meliputi:
1) kriteria baku kerusakan tanah untuk
produksi biomassa.
2) kriteria baku kerusakan terumbu karang.
3) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4) kriteria baku kerusakan mangrove.
5) kriteria baku kerusakan padang lamun.
6) kriteria baku kerusakan gambut.
7)
kriteria baku kerusakan
karst.
8) kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup akibat perubahan iklim didasarkan pada beberapa parameter, yaitu:
1)
Kenaikan
temperature.
2) Kenaikan muka air laut.
3) Badai
4) Kekeringan.
Setiap
usaha dan kegiatan pasti memiliki dampak
terhadap lingkungan, baik usaha kecil maupun besar. Dampak yang penting dalam
lingkungan akibat usaha dan kegiatan itu ditentukan berdasarkan beberapa kriteria.
Dalam pasal 22 Undang-Undang republic Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan beberpa criteria untuk melihat besar kecilnya dampak yang ditimbulkan
terhadap lingkungan, yaitu :
1) Besarnya jumlah penduduk yang
akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
2) Luas wilayah penyebaran dampak;
3)
Intensitas dan lamanya
dampak berlangsung;
4)
Banyaknya komponen
lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
5) Sifat kumulatif dampak;
6) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
7) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Setelah
melihat besarnya dampak yang ditimbulkan dari suatau kegiatan usaha maka dapat
ditentukan kegiatan tersebut harus dilengkapi AMDAL atau tidak. Sedangkan
criteria usaha dan kegiatan yang berdampak penting yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL terdiri atas :
1)
Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2)
Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang
tidak terbarukan;
3) Proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
4) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan
budaya;
5) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
6) Introo08duksi jenis tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan jasad renik;
7) Pembuatan dan penggunaan bahan hayati
dan nonhayati;
8) Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;
9) Penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Berdasarkan
peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2012 Tidak semua usaha / kegiatan
harus memiliki Amdal. Berdasarkan PP No. 27 Tahun 2012 tentang izin Lingkungan
di atur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki UKL-UPL, sedangkan
setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki Amdal. Pada tahap perencanaan pembuatan Amdal, Amdal disusun
oleh Pemrakarsa (Orang/instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas suatu
usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan). Lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dibuat Amdal nya wajib
sesuai dengan rencana tata ruang daerah lokasi dimaksud, apabila tidak sesuai dengan tata ruang maka dokumen Amdal
tidak dapat dinilai dan akan dikembalikan kepada Pemrakarsa. Penyusunan
tahap perencanaan Amdal akan dituangkan ke dalam dokumen yang terdiri dari :
1) Kerangka Acuan.
2)
Andal.
3)
RKL-RPL.
Pendekatan
studi yang dapat dipakai dalam penyusunan dokumen Amdal adalah:
1)
Tunggal
Pendekatan studi tunggal dilakukan apabila
Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis Usaha dan/atau Kegiatan
yang kewenangan pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah
provinsi, atau satuan kerja pemerintah kabupaten/kota.
2)
Terpadu
Pendekatan studi terpadu dilakukan
apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) jenis Usaha
dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau pengawasannya berada di
bawah lebih dari 1 (satu) kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja pemerintah kabupaten/kota.
3)
Kawasan
Pendekatan studi kawasan dilakukan apabila
Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) Usaha dan/atau
Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait, terletak dalam
satu kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang pengelolaannya dilakukan
oleh pengelola kawasan.
Penyusunan
dokumen Amdal dengan melakukan berbagai pendekatan seperti diatas,
dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa
dengan melibatkan masyaakat. Dalam pasal 26 Undang-Undang republic Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 disebutakn bahwa
masyarakat yang dimaksud adalah:
1)
yang terkena dampak;
2)
pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
3)
yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses Amdal.
Dalam
menyusun Amdal Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup
Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota dilarang menjadi penyusun Amdal kecuali
hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota bertindak
sebagai Pemrakarsa. Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan
dari kewajiban menyusun Amdal apabila :
1)
lokasi
rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada di kawasan yang telah memiliki Amdal
kawasan;
2)
lokasi
rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang telah
memiliki rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang
kawasan strategis kabupaten/kota; atau
3)
Usaha
dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam rangka tanggap darurat bencana.
5.
PEMBINAAN AMDAL
a.
pembinaan
Dalam pasal 64 dan 65 PP No 27 tahun 2012 di jelaskan mengenai
hal-hal yang berkenaan dengan pembinaan yaitu sebagai berikut :
Pasal 64
1)
Instansi lingkungan hidup Pusat melakukan pembinaan terhadap:
a) Komisi Penilai Amdal
provinsi dan Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota; dan
b) instansi lingkungan hidup provinsi dan
kabupaten/ kota.
2)
Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan pembinaan terhadap:
a) Komisi Penilai Amdal
kabupaten/kota; dan
b) instansi lingkungan hidup
kabupaten/kota.
3)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
sedikit melalui:
a)
pendidikan dan pelatihan Amdal;
b) bimbingan teknis UKL-UPL; dan
c) penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau
kriteria.
Pasal 65
1)
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan Amdal atau
UKL-UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup.
2)
Penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan
golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh instansi
yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan.
3) Dalam hal Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pembinaan atau
pengawasan lebih dari 1 (satu) instansi yang membidangi Usaha dan/atau
Kegiatan, penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang
direncanakan, dilakukan oleh instansi yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan
yang bersifat dominan.
6.
KADALUARSA DAN GUGURNYA AMDAL
Suatu
persetujuan AMDAL dinyatakan kadaluarsa atas kekuatan PP No 27 Tahun 2012
tercantum dalam pasal 25 ayat 1 poin a yang menegaskan bawah suatu kerangaka
acuan amdal tidak berlaku jika perbaikan Kerangka Acuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak disampaikan kembali
oleh Pemrakarsa paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak dikembalikannya
Kerangka Acuan kepada Pemrakarsa oleh Komisi Penilai Amdal. Kemudian dalam poin
b ditegaskan bahwa Pemrakarsa tidak menyusun Andal dan
RKL-RPL dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya
persetujuan Kerangka Acuan. Selanjutnya dalam UU No 32 Tahun 2009 juga
mengaskan bahwa “Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2),
izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha
Negara”.
Namun
apabila suatu keputusan telah kadaluarsa, maka pemrakarsa wajib mengajukan
kembali persetujuan ANDAL yang termuat dalam pasal 25 ayat 2 yang memberi
kejelasan bahwa “Dalam hal Kerangka Acuan tidak berlaku sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemrakarsa wajib mengajukan kembali Kerangka Acuan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20”. Dalam hal usaha dan/atau
kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbarui izin lingkungan.
Namun
dalam jangka waktu yang telah ditentukan sementara rencana kegiatan belum
dilaksanakan, sedang kemungkinan terjadi adanya perubahan pada lingkungan awal,
sehingga dasar penyusunan ANDAL tidak tepat lagi untuk dijadika sarana
perkiraan dampak suatu rencana kegiatan. Karena itu pesetujuan ANDAL yang telah
dikeluarkan perlu ditinjau kembali.