Friday, 24 January 2014

AMDAL DAN IZIN LINGKUNGAN






ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
Studi Kasus: Eksploitasi Penambangan Batu Karst di Daerah Ponjong,
Wonosari, Gunungkidul
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas
dalam Matakuliah Hukum Lingkungan







1.        ROY ROHMADHI                                      12340089/IH/FSH
2.        FAUZAN RAKA PRADANA                    12340092/IH/FSH
3.        ANWAR AFFANDI                                    12340093/IH/FSH
4.        MULATNO                                                  12340088/IH/FSH
5.        ALIA RIZQI OKTAVIANA                      12340096/IH/FSH
6.        FAIQ HIDAYAT                                         12340099/IH/FSH
7.        LIA AMI APRILIA                                     12340090/IH/FSH
8.        LEGA ROWINDA LESTARI                    12340094/IH/FSH
9.        HOLIDIN                                                     12340100/IH/FSH
Dosen:
Santi Saleh, SH., M.Hum.

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013





1.      ANALISA AMDAL DALAM UU NO 4 TAHUN 1982, UU NO 23 TAHUN 1997 DAN UU 32 TAHUN 2009

A.     AMDAL dalam UU No.4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
Di dalam UU No.4 t
ahun 1982 pasal 1 ayat (10) dijelaskan mengenai pengertin AMDAL ialah “hasil studi mengenai dampak sesuatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan”.
Lalu dijelaskan lebih lanjut mengenai penerapan  dalam pasal 16 disebutkan “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah”.
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan UUPLH pada Tahun 1982 dibentuk PP No. 29 Tahun 1986 yang mengatur bahwa setiap usaha/kegiatan yang diperkirakan mempengaruhi fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang kemudian diperbaharui dalam PP No. 51 Tahun 1993
Kelemahan dari Undang-undang ini adalah tidak dijelaskanya lebih lanjut pengaturan mengenai mekanisme penerapan AMDAL, peran pemerintah, masyarakat, ataupun pihak-pihak yang terlibat. Selain itu Undang-undang ini belum memenuhi unsur hukum, agar masyarakat tetap memetuhi peraturan ini. Atau, dengan kata lain belum ada sanksi tegas yang mengatur penerapan AMDAL, hanya ada sanksi yang mengatur secara umum tetapi belum mengatur secara khusus mengenai AMDAL itu sendiri.

B.      AMDAL dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengertian AMDAL pada UU No. 23 Tahun 1997 dijelaskan pada pasal 1 ayat (21) yang berbunyi: “Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.
Pengertian AMDAL pada UU ini terdapat tambahan istilah yang tidak terdapat pada UU terdahulu seperti kata “usaha” dan “penyelengaraan usaha”. Selain itu jika kita pahami lebih dalam pengertian ini, memiliki makna yang lebih luas dari UU sebelumnya,  jika pada UU terdahulu AMDAL hanya dapat dipahami sebagai kajian studi dari suatu aktivitas, tetapi pada UU No. 23 Tahun 1997 makna ini menjadi luas, yang menjadikan AMDAL tidak hanya seagai bahan studi tetapi juga sebagai syarat suatu aktivitas atau usaha.  
            Dengan ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat  dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan  ijin yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan peran masyarakat.

C.  AMDAL pada UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Di dalam UU No.32 tahun 2009 dijelaskan “Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.
Terdapat beberapa pembaharuan mengenai AMDAL pada UU No.32 tahun 2009, seperti :
1)      AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2)      Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL.
3)       Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi AMDAL.
4)      AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan.
5)      Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walokota sesuai kewenangannya.
Selain itu terdapat penegasaan dalam sanksi terhadap pelanggan penerapan AMDAL, baik sanksi pidana ataupun perdata. Pelanggaran-pelangaran yang dapat dikenai sanksi, sebagai berikut :
1)      Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan.
2)      Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi.
3)       Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL.

2.      TATA LAKSANA AMDAL
Tata laksana pelaksanaan AMDAL menurut PP NO 27 Tahun 2012 mengatakan bahwasanya dalam pelaksanaan AMDAL harus melalui tahapan-tahapan yang diantaranya Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Proses penyusunan AMDAL menurut PP ini menguraikan bahwa dalam penyusunanya melalui tahapan sebagai berikut :[1]
a.       Amdal dapat disusun sendiri oleh pemrakarsa atau meminta bantuan pihak lain.
b.      Pihak lain yang membantu pemrakarsa dapat bersifat perorangan atau lembaga penyedia jasa penyusun amdal.
c.       Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, mengikutsertakan masyarakat :
·         Masyarakat yang terkena dampak.
·          pemerhati lingkungan hidup dan/atau
·         yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.[2]
Dalam kaitanya dengan masyarakat, Pengikutsertaan masyarakat dilakukan melalui pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan atau juga melalui konsultasi publik, pengikutsertaan masyarakat disini dilakukan sebelum penyusunan amdal dibuat. Masyarakat sebagaimana sebagaimana yang dimaksud diatas, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang disampaikan secara tertulis kepada Pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
d.      Penyusunan dokumen Amdal wajib dilakukan oleh penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Sertifikat kompetensi penyusun Amdal disini diperoleh melalui uji kompetensi, Untuk mengikuti uji kompetensi setiap orang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan penyusunan yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kompetensi di bidang Amdal dan dinyatakan lulus. Yang pada berikutnya penerbitan sertifikat kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun Amdal yang ditunjuk oleh Menteri.
e.       Penilaian dokumen KA ANDAL, ANDAL RKL dan RPL
Dalam proses penilaian maka proses yang harus dilakukan adalah :
·         Pemrakarsa menyusun ANDAL, RKL-RPL  dan menyampaikannya ke Menteri/Gub/ Bupati/Wali kota sesuai kewenangannya melalui Ketua Komisi Penilai AMDAL.
·         Komisi Penilai AMDAL memeriksa dan memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi dokumen ANDAL dan RKL-RPL.
·         Dokumen ANDAL dan RKL-RPL yg sudah lengkap, dinilai oleh  Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL.
·         Hasil penilaian Tim teknis disampaikan ke Ketua Komisi Penilai.
·         Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Komisi Penilai AMDAL menyelenggarakan rapat komisi amdal.
·         Apabila hasil rapat dokumen ANDAL dan RKL-RPL harus diperbaiki, maka pemrakarsa wajib memperbaikinya terlebih dahulu.
·         Perbaikan dokumen paling lama 75 hari sejak pembahasan.
·         Rekomendasi didasarkan pada prakiraan dampak penting, evaluasi dampak secara holistik dan kemamuan pemrakarsa dalam menanggulangi dampak yang diperkirakan terjadi, baik secara teknologi, sosial maupun institusi.
f.        Permohonan Izin Lingkungan
Permohonan izin lingkungan adalah proses dimana jika ANDAL, RKL dan RPL dinyatakan layak maka pemrakarsa menyampaikan permohonan izin lingkungan ke Menteri/Gubernur /Bupati/Wali kota. Permohonan dilengkapi dengan dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL, dokumen pendirian Usaha  dan  profil Usaha dan/atau Kegiatan. Kemudian Setelah menerima permohonan, Menteri/Gubernur /Bupati/Wali kota mengumumumkan rencana usaha yang wajib amdal/UKL UPL ke multimedia dan papan pengumuman selama 5 hari berturut-turut yang nantinya Masyarakat memberikan tanggapan pada masa 10 hari setelah pengumuman.
Isi izin lingkungan yang telah disetujui diantaranya memuat mengenai hal-hal sebagai berikut :
·         persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup.
·         persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
·         berakhirnya Izin Lingkungan.
·         Jumlah dan jenis Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dipenuhi pemrakarsa.
g.      Perubahan Izin Lingkungan
Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan, apabila Usaha dan/atau Kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk dilakukan perubahan Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud meliputi:
·         perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan.
·         perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
·         perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang memenuhi kriteria :
1.   perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup.
2.   penambahan kapasitas produksi.
3.   perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi lingkungan.
4.   perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan.
5.   perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau Kegiatan.
6.   perubahan waktu atau durasi operasi Usaha dan/atau Kegiatan.
7.   Usaha dan/atau Kegiatan di dalam kawasan yang belum tercakup di dalam Izin Lingkungan.
8.   terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
9.   terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat  mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

3.      KETENTUAN PERIZINAN AMDAL
a.       Titik Paut perizinan dan AMDAL
Letak kaitan antara perizinan  dan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) adalah bahwasannya semua kegiatan pembangunan harus berjalan serasi dan seimbang dengan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan kata lain, dalam memberikan perizinan suatu rencana kegiatan  dalam tahap perencanaan, kegiatan dalam tahap operasional, kegiatan transportasi dan distribusi hasil produksi, senantiasa harus mempertimbangkan aspek ekologis. Apabila suatu pembangunan hanya memperhatikan aspek positifnya dalam hal ini pertumbuhan dan kemajuan ekonomi, tanpa melihat aspek negatif yang timbul dari suatu pembangunan, maka akan terjadi kerusakan pada lingkungan dan sumber daya alam. Pada akhirnya lingkungan dan SDA tidak dapat lagi mendukung pelaksanaan pembangunan.[3]
Dalam pasal 22 Undang-Undang No. 32 Th. 2009 disebutkan bahwa setiap usaha/kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Ketentuan pasal 22 ini sejalan dengan pasal 36, bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Dengan adanya kewajiban tersebut adalah merupakan syarat dalam pemberian izin, maka penyelenggaraan bidang usaha senantiasa terikat guna melakukan tindakan pelestarian lingkungan hidup dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Rangkaian ketentuan tersebut bekenaan dengan perizinan yang dapat disimpulkan bahwa dalam setiap perizinan bidang usaha, baik pada proses tahap perencanaan atau operasional harus selalu dikaitkan dengan AMDAL. Artinya bahwa hal yang berkenaan dengan ANDAL (analisis dampak lingkungan) harus diintegrasikan ke dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau dengan kata lain menginternalisasikan AMDAL ke dalam perizinan suatu usaha/kegiatan. Merupakan contoh adalah :
                                                                                  i.            Pendirian industri yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan diwajibkan membuat ANDAL, RKL dan RPL sebelum diterbitkannya surat izin industrinya.
                                                                                ii.            Perizinan HO bagi proyek-proyek PMA dan PMDN dimana Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencamtumkan keharusan-keharusan membuat AMDAL
b.      Pelaksanaan AMDAL
Kewajiban untuk melaksanakan AMDAL bagi rencana kegiatan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan adalah bertujuan melestarikan eksistensi dan kemampuan lingkungan hidup dan SDA guna mendukung pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan berorientasi pada pelestarian dan kemampuan lingkungan hidup dan SDA, agar pembangunan dapat dilakukan secara continue generasi ke generasi. Meskipun maksud dan tujuan AMDAL adalah baik, dalam pelaksanaanya terdapat kecenderungan menghindari atau menyalahgunakannya, AMDAL hanya dilakukan sebagai formalitas belaka dengan tujuan izin yang diperlukan dapat diperoleh. Pelaksanaan AMDAL yang melibatkan banyak pihak dengan prosedur yang birokratis dianggap banyak memakan waktu dan biaya. Hal-hal tersebut yang membuat orang berpikir untuk mencari jalan pintas lain yang ilegal.Anggapan lain bahwa jika AMDAL dilaksanakan maka akan terungkap segala dampak negatif dari kegiatan terhadap lingkungan, serta adanya anggapan bahwa AMDAL dapat menghambat pembangunan.
Dalam pasal 36 UU No. 32 tahun 2009 disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Hal ini sejalan dengan pasal 40 bahwa Izin Lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Sehubungan dengan prosedur perizinan, dalam PP No. 27 tahun 2012 disebutkan bahwa Izin Lingkungan dapat diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
                                                                                i.            penyusunan Amdal dan UKL-UPL.
                                                                              ii.            penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL.
                                                                            iii.            permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan
Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Permohonan Izin Lingkungan sebagaimana disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL UPL. Permohonan izin lingkungan harus dilengkapi dengan:
                                                                                i.            dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL.
                                                                              ii.            dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan.
                                                                            iii.            profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan, Menteri, gubernur, ataubupati/walikota wajib mengumumkan permohonan Izin Lingkungan melalui multimedia dan papan pengumuman di lokasi Usaha dan/atau Kegiatan paling lama 5 (lima)hari kerja sejak dokumen Andal dan RKL-RPLyang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi, sedang untuk kegiatan dan/atau usaha yang wajib UKL-UPL paling lama 2 (dua) hari kerja. Setelah itu masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dantanggapan terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan dan 3 (tiga) hari untuk wajib UKL-UPL sejak diumumkan. Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan melalui wakil masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat yang menjadi anggota Komisi Penilai Amdal. Sedang untuk UKL-UPL dapat disampaikan langsung  kepada Menteri,gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Sementara untuk Penerbitan Izin Lingkungan, diterbitkan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota setelah dilakukannya pengumuman permohonan IzinLingkungan dan dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.
Dalam Pasal 48 PP No. 27 tahun 2012 Izin Lingkungan memuat antara lain:
                                                                                i.            persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalamKeputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL;
                                                                              ii.            persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
                                                                            iii.            berakhirnya Izin Lingkungan.
Izin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib diumumkan melalui media massa dan/atau multimedia. Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkan. Perlu diketahui bahwa berakhirnya izin lingkungan bersamaan dengan berakhirnya izin Usaha dan/atau Kegiatan.
c.        AMDAL Bagi Proyek Fisik dan Non fisik
Kalau kita mengkaji PP No. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan, maka yang akan kita dapati bahwa AMDAL hanya diperuntukkan hanya bagi proyek-proyek fisik, sedang untuk proyek-proyek non fisik belum diatur dalam AMDAL tersebut. Analisis dampak lingkungan oleh masyarakat atau para perencana pembanguanan hanya dikaitkan pada proyek-proyek fisik, karena mungkin proyek-proyek fisik dianggap lebih nyata dan langsung dirasakan. Aspek ekonomi, teknologi, atau modernisasi lebih tersentuh perhatian daripada aspek kepentingan pribadi, pengembangan hak dan kewajiban, pengembangan kecerdasan intelektual, dan yang terpenting aspek sosial budaya. AMDAL di negara-negara maju tentunya sudah mencakup aspek yang lebih luas lagi, tidak terbatas pada dampak terhadap lingkungan fisik. AMDAL benar-benar dilakukan dengan menggunakan telaah yang komprehensif-integral dan sudah menjangkau pada aspek ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan.
Andal berfungsi memberikan masukan pertimbangan lingkungan dalam pengambilan keputusan terhadap suatu rencana proyek, sedang dalam aspek lingkungan itu sendiri tercakup aspek ekonomi, sosial, dan budaya, maka sudah tentu bahwa aspek-aspek tersebut harus diinternalisasikan dalam pertimbangan keputusan suatu rencana kegiatan. Di negara Amerika telah dikembangkan Analisis Dampak Sosial (Soscial Impact Analysis) dan oleh WHO telah dikembangkan Analisis Dampak Kesehatan ( Environmental Health Impact Assesment). Menurut pasal 22 ayat 2, disebutkan bahwa kriteria penting dampak lingkungan adalah termasuk komponen lingkungan hidup lain, dan kriteria lain sesuai perkembangan ilmu dan teknologi. Sedang dalam pasal 3 salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia. Mengingat hal ini sudah seharusnya AMDAL meliputi analisis dampak biofisik, sosial dan budaya (ADS),  dan dampak kesehatan (ADK).
 Kita ketahui bahwasannya Andal bagi proyek-proyek non fisik memang belum berkembang secara baik. Namun secara bertahap aspek-aspek non fisik tersebut tidak akan dilewatkan begitu saja. Pengembangan tahap-tahap lanjutan Anda akan dikembangkan pula Andal bagi proyek-proyek non fisik dan tentunya aspek sosial-budaya maupun ekonomi akan menjadi sasaran dampak dari suatu kegiatan.

4.      KRITERIA DAN PENYUSUNAN AMDAL
Dalam menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, akibat kegiatan-kegiatan manusia maka ditetapkanlah suatu kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dalam perundang-undangan. Dalam perundang-undangan di Indonesia kriteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup ini diatur dalam Undang-Undang republik Indonesia  Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 21 menyebutkan bahwa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang dimaksud ada dua yaitu meliputi kriteria baku kerusakan lingkungan hidup ekosistem dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup iklim.
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup ekosistem meliputi:
1)      kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
2)       kriteria baku kerusakan terumbu karang.
3)       kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4)       kriteria baku kerusakan mangrove.
5)       kriteria baku kerusakan padang lamun.
6)       kriteria baku kerusakan gambut.
7)       kriteria baku kerusakan karst.
8)       kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan      perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup akibat perubahan iklim didasarkan pada beberapa parameter, yaitu:
1)         Kenaikan temperature.
2)       Kenaikan muka air laut.
3)       Badai
4)       Kekeringan.
Setiap usaha dan kegiatan  pasti memiliki dampak terhadap lingkungan, baik usaha kecil maupun besar. Dampak yang penting dalam lingkungan akibat usaha dan kegiatan itu ditentukan berdasarkan beberapa kriteria. Dalam pasal 22 Undang-Undang republic Indonesia  Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan beberpa criteria untuk melihat besar kecilnya dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, yaitu :
1)      Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
2)       Luas wilayah penyebaran dampak;
3)       Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4)       Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
5)       Sifat kumulatif dampak;
6)       Berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
7)      Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Setelah melihat besarnya dampak yang ditimbulkan dari suatau kegiatan usaha maka dapat ditentukan kegiatan tersebut harus dilengkapi AMDAL atau tidak. Sedangkan criteria usaha dan kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan AMDAL terdiri atas :
1)      Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2)      Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
3)      Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
4)      Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
5)      Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
6)      Introo08duksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
7)      Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
8)      Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;
9)      Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2012 Tidak semua usaha / kegiatan  harus memiliki Amdal. Berdasarkan PP No. 27 Tahun 2012 tentang izin Lingkungan di atur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki UKL-UPL, sedangkan setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Pada tahap perencanaan pembuatan Amdal, Amdal disusun oleh Pemrakarsa (Orang/instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan).  Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dibuat Amdal nya   wajib sesuai dengan rencana tata ruang daerah lokasi dimaksud, apabila tidak sesuai dengan tata ruang maka dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan akan dikembalikan kepada Pemrakarsa. Penyusunan tahap perencanaan Amdal akan dituangkan ke dalam dokumen yang terdiri dari :
1)       Kerangka Acuan.
2)       Andal.
3)       RKL-RPL.
Pendekatan studi yang dapat dipakai dalam penyusunan dokumen Amdal adalah:
1)      Tunggal
Pendekatan studi tunggal dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang kewenangan pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu) kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja pemerintah kabupaten/kota.
2)      Terpadu
Pendekatan studi terpadu dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait dalam satu kesatuan hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau pengawasannya berada di bawah lebih dari 1 (satu) kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja pemerintah kabupaten/kota.
3)      Kawasan
Pendekatan studi kawasan dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait, terletak dalam satu kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
Penyusunan  dokumen Amdal dengan melakukan berbagai pendekatan seperti diatas, dokumen amdal  disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyaakat. Dalam pasal 26 Undang-Undang republic Indonesia  Nomor 32 Tahun 2009 disebutakn bahwa masyarakat yang dimaksud adalah:
1)      yang terkena dampak;
2)      pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
3)      yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Dalam menyusun Amdal Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota dilarang menjadi penyusun Amdal kecuali hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa. Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal apabila :
1)      lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada di kawasan yang telah memiliki Amdal kawasan;
2)      lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; atau
3)      Usaha dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam rangka tanggap darurat bencana.


5.      PEMBINAAN AMDAL
a.      pembinaan
Dalam pasal 64 dan 65 PP No 27 tahun 2012 di jelaskan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pembinaan yaitu sebagai berikut :
Pasal 64
1)      Instansi lingkungan hidup Pusat melakukan pembinaan terhadap:
a)   Komisi Penilai Amdal provinsi dan Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota; dan
b)    instansi lingkungan hidup provinsi dan kabupaten/ kota.
2)      Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan pembinaan terhadap:
a)   Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota; dan
b)   instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
3)      Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit melalui:
a)      pendidikan dan pelatihan Amdal;
b)    bimbingan teknis UKL-UPL; dan
c)    penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria.


Pasal 65
1)      Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
2)      Penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh instansi yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan.
3)      Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pembinaan atau pengawasan lebih dari 1 (satu) instansi yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan, penyusunan Amdal atau UKL-UPL bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan, dilakukan oleh instansi yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan yang bersifat dominan.



6.      KADALUARSA DAN GUGURNYA AMDAL
Suatu persetujuan AMDAL dinyatakan kadaluarsa atas kekuatan PP No 27 Tahun 2012 tercantum dalam pasal 25 ayat 1 poin a yang menegaskan bawah suatu kerangaka acuan amdal tidak berlaku jika perbaikan Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak disampaikan kembali oleh Pemrakarsa paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak dikembalikannya Kerangka Acuan kepada Pemrakarsa oleh Komisi Penilai Amdal. Kemudian dalam poin b ditegaskan bahwa Pemrakarsa tidak menyusun Andal dan RKL-RPL dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya persetujuan Kerangka Acuan. Selanjutnya dalam UU No 32 Tahun 2009 juga mengaskan bahwa “Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha Negara”.
Namun apabila suatu keputusan telah kadaluarsa, maka pemrakarsa wajib mengajukan kembali persetujuan ANDAL yang termuat dalam pasal 25 ayat 2 yang memberi kejelasan bahwa “Dalam hal Kerangka Acuan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemrakarsa wajib mengajukan kembali Kerangka Acuan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20”. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
Namun dalam jangka waktu yang telah ditentukan sementara rencana kegiatan belum dilaksanakan, sedang kemungkinan terjadi adanya perubahan pada lingkungan awal, sehingga dasar penyusunan ANDAL tidak tepat lagi untuk dijadika sarana perkiraan dampak suatu rencana kegiatan. Karena itu pesetujuan ANDAL yang telah dikeluarkan perlu ditinjau kembali.[4]


[1] Harun M.Husein, lingkungan hidup masalah pengelolaan dan penegakan hukumnya, (Jakarta:Bumi Aksara, 1992).
[2] Peraturan pemerintah no 27 tahun 1999
[3] Harun M. Husein, S.H., LINGKUNGAN HIDUP masalah pengelolaan dan penegakan hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hal. 152
[4] Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., L.Lm., Hukum Lingkungan Di Indonesia ( Jakarta: RajaGrafindo Persada) hal 97

No comments:

Post a Comment