Friday, 24 January 2014

PERISTIWA HUKUM, HUBUNGAN HUKUM, DAN OBYEK HUKUM DALAM HUKUM ADAT



PERISTIWA HUKUM, HUBUNGAN HUKUM, DAN OBYEK HUKUM
DALAM HUKUM ADAT


MAKALAH
Di ajukan guna memenuhi tugas dalam m ata kuliah Hukum Adat 1

Disusun Oleh:
Anwar Afandi 12340093
M. Tsabbit Abdullah 12340124  

Dosen Pengampu:

Drs. Abdul Halim, M.Hum

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
 DAFTAR ISI



I.            PENDAHULUAN
Sama halnya dalam hukum formal, bahwasannya peristiwa, hubungan, dan objek hukum juga ada dalam hukum adat. Ketiganya berkembang dalam masyarakat hukum adat, seperti yang ada dalam hukum formal kita, ketiganya memiliki bidang-bidang penggolongan yang bisa dikatakan sejalan atau mempunyai kemiripan dengan hukum formal.
Peristiwa dalam hukum adat merupakan tindakan yang yang terjadi dalam hukum adat yang dari peristiwa tersebut tentunya akan timbul akibat-akibat hukum yang memiliki sangkutan atau keterkaitan kepada hukum-hukum lain seperti dalam hukum formal. Terdapat juga beberapa pengelompokan yang terperinci dalam peristiwa hukum adat ini yang serupa dengan hukum formal.
Dalam hukum adat, terdapat juga Hubungan-hubungan hukum yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban antara pihak yang melakukan hubungan hukum. Selain itu ada Obyek hukum sebagai pendukung yang berguna bagi Subyek Hukum yang memiliki pembagian yang bisa dikatakan mirip dalam KUH Perdata, bahwa benda itu digolongkan bersifat material dan imaterial atau dalam KUH perdata bersifat berwujud dan tidak berwujud. Dalam makalah ini akan kita bahas mengenai tiga hal diatas, dalam lingkup pengertian, pembagian/pengelompokannnya, serta pembedaannya dengan hukum formal/nasional.


II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu Peristiwa Hukum, bagaimana pembedaannya dalam hukum Adat dan bagaimana perbedaannya dengan hukum nasional?
2.      Apa pengertian hubungan hukum, bagaimana pembagiannya dan perbedaannya dengan hukum formal?
3.      Apa pengertian dari objek hukum dalam hukum adat, apa saja penggolongannya dan bagaimana perbedaanya dengan hukum formal?


III.            PEMBAHASAN

1.      Peristiwa Hukum
Peristiwa Hukum adalah  suatu kejadian dalam masyarakat  yang dapat menimbulkan akibat hukum atau yang dapat menggerakkan peraturan tertentu sehingga peraturan yang tercantum di dalamnya dapat berlaku konkrit. Peristiwa hukum adalah peristiwa-peristiwa kemasyarakatn yang oleh hukum diberikan akibat-akibat. Apabila akibat sesuatu perbuatan tidak dikehendaki oleh orang yang melakukannya, maka perbuatannya tersebut bukan merupakan peristiwa hukum. Suatu peristiwa dapat menimbulkan hukum apabila peristiwa itu oleh peraturan hukum dijadikan peristiwa hukum.[1] Seperti misalnya perkawinan antara pria dan wanita Demikian pula misalnya kematian seseorang, akan pula membawa berbagai akibat hukum, seperti penetapan pewaris, ahli waris dan harta waris.
Kalau kita cermati sebenarnya peristiwa hukum dalam hukum adat memiliki sedikit kemiripan dalam hal pembagiannya dengan hukum formal. Dalam hukum formal, peristiwa hukum dikelompokkan menjadi dua, yakni (i) Peristiwa yang merupakan perbuatan subyek hukum, yang meliputi : perbuatan hukum bersegi satu dan perbuatan hukum bersegi dua. (ii) Perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum, yang meliputi : Zaakwarneming dan Onrechtmatigedaad.
Sedang dalam hukum adat Peristiwa Hukum dikelompokkan dalam 3 segi, yaitu:
1.      Keadaan, keadaan dapat bersegi :
a.       Alamiah, misal: siang hari atau malam.
b.      Kejiwaan, misal: normal, abnormal.
c.       Sosial, misal: keadaan darurat, perang.
2.      Kejadian.
3.      Sikap tindak dalam hukum, yang dapat dibedakan :
a.       Sikap tindak (menurut) hukum yang sepihak atau jamak,
b.      Sikap tindak yang melanggar hukum, berupa :
ü  Exess de pouvoir (melampaui batas kekuasaan) dibidang hukum tata negara.
ü  Detournement de pouvoir (menyalahgunakan kekuasaan) di bidang hukum administrasi negara.
ü  Onrechtmatigedaad (penyelewengan perdata)
ü  Strafbarfeit (peristiwa pidana) yang merupakan peristiwa (penyelewengan) di tiga bidang lainnya, tetapi diancam dengan straf (pidana).
c.       Sikap tindak yang lain, misal : jual beli dalam hukum adat,  zaakwaarneming menurut BW.[2]


2.      Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini, hak dan kewajiban pihak yang satu akan berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Dengan demikian hukum memberikan suatu hak kepada subyek hukum untuk berbuat sesuatu atau menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak tersebut. Pada akhirnya terlaksananya hak dan kewajiban itu dijamin oleh hukum. Setiap hubungan hukum mempunyai 2 segi, yaitu kewenangan/hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini keduanya timbul dari satu peristiwa hukum dan lenyapnya pun bersamaan. Unsur-unsur hubungan hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan.[3] Sementara Jenis-jenis Hubungan Hukum, antara lain:
1.      Hubungan hukum yang bersegi 1. Dalam hal ini hanya satu pihak yang memiliki hak sedangkan lainnya hanya memiliki kewajiban.
2.      Hubungan hukum bersegi 2. Contohnya ialah perjanjian, dimana kedua belah pihak masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
3.      Hubungan antara subyek hukum dengan beberpa subyek hukum lainnya. Contoh dalam hal sewa-menyewa, maka si pemilik memiliki hak terhadap beberapa pihak / subyek hukum lainnya, yang menyewa atas si pemilik.[4]

Dalam hukum adat jenis Hubungan Hukum terbedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Hubungan sederajat (nebeinander) dan beda derajat (nacheinander.)
ü  Hubungan sederajat, misal : hubungan suami-isteri, hubungan antara provinsi yang satu dengan yang lain.
ü  Hubungan beda derajat, misal : hubungan orangtua dengan anak, hubungan antara pemerintah dengan rakyat.
2.      Hubungan timbal balik dan hubungan timpang.
ü  Hubungan timbal balik terjadi karena para pihaknya sama-sama memiliki hak dan kewajiban.
ü  Hubungan Timpang terjadi jika hanya satu pihak saja yang memiliki hak, sedangkan pihak lain yang memiliki kewajiban.
Dalam hal ini hubungan sederajat tidak selalu menimbulkan hubungan timbal balik, contoh: pinjam meminjam merupakan hubungan sederajat, tetapi timpang. Sedangkan hubungan beda derajat kadang menimbulkan hubungan timbal balik, contoh: hubungan buruh dengan majikannya.[5]





3.      Obyek Hukum
segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi obyek sesuatu perhubungan hukum bagi para subyek hukum. Oleh karenanya dapat dikuasai oleh subyek hukum. Biasanya obyek hukum adalah benda atau zaak, yaitu segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang.
Penggolongan benda dalam hukum formal dapat di bedakan atas benda berwujud, dan tidak berwujud :
1.      Benda berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat diraba oleh panca indera, seperti : buku, bolpoint, dll.
2.      Benda tak berwujud, yaitu segala macam hak, seperti : hak cipta, hak merek dagang, dll.
Dan benda yang bergerak dan tidak bergerak :
1.      Benda yang bergerak (benda tak tetap), yaitu benda yang tak dapat dipindahkan, seperti : sepeda motor, hewan peliharaan, wesel, dll.
2.      Benda yang tidak bergerak (benda tetap), yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan, seperti : tanah, dan segala yang ditanam atau dibangun diatasnya, pohon, gedung, mesin-mesin pabrik, dll.[6]
Sedang dalam hukum adat, obyek hukum dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.      Bersifat material dan berwujud yang dalam bahasa indonesia disebut benda/barang, namun tidak sam dengan pengertian zaak yang luas sekali penggunaanya, dan bukan juga goed yang mungkin imaterial, seperti listrik.
2.      Bersifat imaterial seperti objek hak cipta yang tidak harus disamakan dengan hasil ciptaannya, misalnya patung adalah berwujud material, akan tetapi model patung tersebut bersifat imaterial.[7]


IV.            PENUTUP

Kesimpulan
            Dari ketiga pembahasan tersebut diatas dapat kami simpulkan bahwa Peristiwa Hukum, Hubungan Hukum, dan Obyek Hukum dalam hukum adat memiliki kemiripan dengan apa yang ada dalam hukum nasional/formal kita. Dapat kita lihat dalam penggolongan atau pembagian jenisnya atas ketiga sub pembahasan tersebut.
            Kita ketahui bersama bahwa hukum nasional atau formal kita adalah produk kolonial yang diberlakukan adanya ketika zaman penjajahan belanda. Maka sebenarnya hukum adat Indonesia yang merupakan hukum asli Indonesia dapat dikatakan sudah maju saat itu terbukti dengan adanya ketiga sub pembahasan diatas dalam hukum adat, sebelum hukum-hukum kolonial masuk di dan diberlakukan Indonesia.


Daftar Pustaka
1.      Soleman B. Taneko. Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung: Eresco, 1987.
2.      Drs. C.S.T. kansil, S.H.. Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
3.      http://muhammadaiz.wordpress.com/ilmu-hukum/ di akses 28 november 2013.


[1] Drs. C.S.T. kansil, S.H., Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 121-123.
[2] Soleman B. Taneko, Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, (Bandung: Eresco, 1987), hlm. 71-72.
[3] Lihat http://muhammadaiz.wordpress.com/ilmu-hukum/ di akses 28 November 2013
[4] Lihat http://muhammadaiz.wordpress.com/ilmu-hukum/ di akses 28 november 2013.
[5] Soleman B. Taneko, Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, (Bandung: Eresco, 1987), hlm. 72.
[6]Drs. C.S.T. kansil, S.H., Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 118-119.
[7] Soleman B. Taneko, Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung, Eresco, 1987, hlm. 72

1 comment: