PERISTIWA HUKUM, HUBUNGAN HUKUM, DAN OBYEK HUKUM
DALAM HUKUM ADAT
MAKALAH
Di ajukan guna memenuhi tugas dalam m ata kuliah Hukum Adat 1
Disusun Oleh:
Anwar Afandi 12340093
M. Tsabbit Abdullah 12340124
Dosen Pengampu:
Drs. Abdul Halim, M.Hum
ILMU
HUKUM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN
Sama halnya
dalam hukum formal, bahwasannya peristiwa, hubungan, dan objek hukum juga ada
dalam hukum adat. Ketiganya berkembang dalam masyarakat hukum adat, seperti
yang ada dalam hukum formal kita, ketiganya memiliki bidang-bidang penggolongan
yang bisa dikatakan sejalan atau mempunyai kemiripan dengan hukum formal.
Peristiwa dalam hukum adat merupakan
tindakan yang yang terjadi dalam hukum adat yang dari peristiwa tersebut tentunya
akan timbul akibat-akibat hukum yang memiliki sangkutan atau keterkaitan kepada
hukum-hukum lain seperti dalam hukum formal. Terdapat juga beberapa
pengelompokan yang terperinci dalam peristiwa hukum adat ini yang serupa dengan
hukum formal.
Dalam
hukum adat, terdapat juga Hubungan-hubungan hukum yang menimbulkan adanya hak
dan kewajiban antara pihak yang melakukan hubungan hukum. Selain itu ada Obyek
hukum sebagai pendukung yang berguna bagi Subyek Hukum yang memiliki pembagian
yang bisa dikatakan mirip dalam KUH Perdata, bahwa benda itu digolongkan bersifat
material dan imaterial atau dalam KUH perdata bersifat berwujud dan tidak
berwujud. Dalam makalah ini akan kita bahas mengenai tiga hal diatas, dalam
lingkup pengertian, pembagian/pengelompokannnya, serta pembedaannya dengan
hukum formal/nasional.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu
Peristiwa Hukum, bagaimana pembedaannya dalam hukum Adat dan bagaimana
perbedaannya dengan hukum nasional?
2. Apa pengertian
hubungan hukum, bagaimana pembagiannya dan perbedaannya dengan hukum formal?
3.
Apa pengertian dari objek hukum dalam hukum adat, apa saja
penggolongannya dan bagaimana perbedaanya dengan hukum formal?
III.
PEMBAHASAN
1.
Peristiwa Hukum
Peristiwa Hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang dapat menimbulkan akibat hukum atau yang
dapat menggerakkan peraturan tertentu sehingga peraturan yang tercantum di
dalamnya dapat berlaku konkrit. Peristiwa hukum adalah peristiwa-peristiwa kemasyarakatn yang oleh hukum
diberikan akibat-akibat. Apabila akibat sesuatu perbuatan tidak dikehendaki
oleh orang yang melakukannya, maka perbuatannya tersebut bukan merupakan
peristiwa hukum. Suatu peristiwa dapat menimbulkan hukum apabila peristiwa itu
oleh peraturan hukum dijadikan peristiwa hukum.[1]
Seperti misalnya perkawinan antara pria dan wanita Demikian pula misalnya
kematian seseorang, akan pula membawa berbagai akibat hukum, seperti penetapan
pewaris, ahli waris dan harta waris.
Kalau kita
cermati sebenarnya peristiwa hukum dalam hukum adat memiliki sedikit kemiripan
dalam hal pembagiannya dengan hukum formal. Dalam hukum formal, peristiwa hukum
dikelompokkan menjadi dua, yakni (i) Peristiwa yang merupakan perbuatan subyek
hukum, yang meliputi : perbuatan hukum bersegi satu dan perbuatan hukum bersegi
dua. (ii) Perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum, yang meliputi :
Zaakwarneming dan Onrechtmatigedaad.
Sedang dalam
hukum adat Peristiwa Hukum dikelompokkan dalam 3 segi, yaitu:
1.
Keadaan, keadaan dapat bersegi :
a.
Alamiah, misal: siang hari atau malam.
b.
Kejiwaan, misal: normal, abnormal.
c.
Sosial, misal: keadaan darurat, perang.
2.
Kejadian.
3.
Sikap tindak dalam hukum, yang dapat dibedakan :
a.
Sikap tindak (menurut) hukum yang sepihak atau jamak,
b.
Sikap tindak yang melanggar hukum, berupa :
ü Exess de
pouvoir (melampaui
batas kekuasaan) dibidang hukum tata negara.
ü Detournement de
pouvoir (menyalahgunakan
kekuasaan) di bidang hukum administrasi negara.
ü Onrechtmatigedaad (penyelewengan perdata)
ü Strafbarfeit (peristiwa pidana) yang merupakan peristiwa (penyelewengan) di
tiga bidang lainnya, tetapi diancam dengan straf (pidana).
c.
Sikap tindak yang lain, misal : jual beli dalam hukum adat, zaakwaarneming menurut BW.[2]
2.
Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah hubungan antara
dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini, hak dan kewajiban pihak
yang satu akan berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Dengan
demikian hukum memberikan suatu hak kepada subyek hukum untuk berbuat sesuatu atau
menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak tersebut. Pada akhirnya terlaksananya
hak dan kewajiban itu dijamin oleh hukum. Setiap hubungan hukum mempunyai 2
segi, yaitu kewenangan/hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini keduanya timbul
dari satu peristiwa hukum dan lenyapnya pun bersamaan. Unsur-unsur hubungan
hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara
pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang
bersangkutan.[3] Sementara Jenis-jenis Hubungan
Hukum, antara lain:
1.
Hubungan hukum yang bersegi 1. Dalam
hal ini hanya satu pihak yang memiliki hak sedangkan lainnya hanya memiliki
kewajiban.
2.
Hubungan hukum bersegi 2. Contohnya
ialah perjanjian, dimana kedua belah pihak masing-masing memiliki hak dan
kewajiban.
3.
Hubungan antara subyek hukum dengan
beberpa subyek hukum lainnya. Contoh dalam hal sewa-menyewa, maka si pemilik
memiliki hak terhadap beberapa pihak / subyek hukum lainnya, yang menyewa atas
si pemilik.[4]
Dalam hukum adat jenis Hubungan Hukum terbedakan menjadi dua,
yaitu:
1.
Hubungan sederajat (nebeinander) dan beda derajat (nacheinander.)
ü Hubungan
sederajat, misal : hubungan suami-isteri, hubungan antara provinsi yang satu
dengan yang lain.
ü Hubungan beda
derajat, misal : hubungan orangtua dengan anak, hubungan antara pemerintah
dengan rakyat.
2.
Hubungan timbal balik dan hubungan timpang.
ü Hubungan timbal
balik terjadi karena para pihaknya sama-sama memiliki hak dan kewajiban.
ü Hubungan
Timpang terjadi jika hanya satu pihak saja yang memiliki hak, sedangkan pihak
lain yang memiliki kewajiban.
Dalam hal ini hubungan sederajat tidak selalu menimbulkan hubungan
timbal balik, contoh: pinjam meminjam merupakan hubungan sederajat, tetapi
timpang. Sedangkan hubungan beda derajat kadang menimbulkan hubungan timbal
balik, contoh: hubungan buruh dengan majikannya.[5]
3.
Obyek Hukum
segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia/badan
hukum) dan yang dapat menjadi obyek sesuatu perhubungan hukum bagi para subyek
hukum. Oleh karenanya dapat dikuasai oleh subyek hukum. Biasanya obyek hukum
adalah benda atau zaak, yaitu segala barang-barang dan hak-hak yang
dapat dimiliki orang.
Penggolongan benda dalam hukum
formal dapat di bedakan atas benda berwujud, dan tidak berwujud :
1. Benda
berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat diraba oleh panca indera, seperti : buku,
bolpoint, dll.
2. Benda
tak berwujud, yaitu segala macam hak, seperti : hak cipta, hak merek dagang,
dll.
Dan benda yang bergerak dan tidak bergerak
:
1. Benda
yang bergerak (benda tak tetap), yaitu benda yang tak dapat dipindahkan,
seperti : sepeda motor, hewan peliharaan, wesel, dll.
2. Benda
yang tidak bergerak (benda tetap), yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan,
seperti : tanah, dan segala yang ditanam atau dibangun diatasnya, pohon,
gedung, mesin-mesin pabrik, dll.[6]
Sedang dalam hukum adat, obyek hukum
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Bersifat
material dan berwujud yang dalam bahasa indonesia disebut benda/barang, namun
tidak sam dengan pengertian zaak yang luas sekali penggunaanya, dan
bukan juga goed yang mungkin imaterial, seperti listrik.
2. Bersifat
imaterial seperti objek hak cipta yang tidak harus disamakan dengan hasil
ciptaannya, misalnya patung adalah berwujud material, akan tetapi model patung
tersebut bersifat imaterial.[7]
IV.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ketiga
pembahasan tersebut diatas dapat kami simpulkan bahwa Peristiwa Hukum, Hubungan
Hukum, dan Obyek Hukum dalam hukum adat memiliki kemiripan dengan apa yang ada
dalam hukum nasional/formal kita. Dapat kita lihat dalam penggolongan atau
pembagian jenisnya atas ketiga sub pembahasan tersebut.
Kita
ketahui bersama bahwa hukum nasional atau formal kita adalah produk kolonial
yang diberlakukan adanya ketika zaman penjajahan belanda. Maka sebenarnya hukum
adat Indonesia yang merupakan hukum asli Indonesia dapat dikatakan sudah maju
saat itu terbukti dengan adanya ketiga sub pembahasan diatas dalam hukum adat,
sebelum hukum-hukum kolonial masuk di dan diberlakukan Indonesia.
Daftar Pustaka
1.
Soleman B. Taneko. Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal
dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung: Eresco, 1987.
2.
Drs. C.S.T. kansil, S.H.. Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
[1] Drs. C.S.T. kansil, S.H., Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 121-123.
[2] Soleman B. Taneko, Hukum Adat:
Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, (Bandung: Eresco, 1987),
hlm. 71-72.
[5] Soleman B. Taneko, Hukum Adat:
Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, (Bandung: Eresco, 1987),
hlm. 72.
[6]Drs. C.S.T.
kansil, S.H., Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 118-119.
[7] Soleman B. Taneko, Hukum Adat: Suatu Pengantar
Awal dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung, Eresco, 1987, hlm. 72
dank u voor artikel meneer .
ReplyDelete